Rabu, 15 November 2017

EVOLUSI TEORI FRAUD ( Tugas Mata Kuliah Audit Forensik dan Investigasi )

EVOLUSI TEORI FRAUD

 Fraud (kecurangan) merupakan kesalahan penyajian dari fakta material yang dibuat oleh salah satu pihak ke pihak yang lain dengan niatan untuk menipu dan menyebabkan pihak lain yang mengandalkan fakta tersebut mengalami kerugian. Secara umum aktivitas fraud (kecurangan) mencakup lima kondisi berikut:
1.  Penyajian yang keliru (false representation), 
2. Fakta material (material fact), f
3. Niat (intent)
4. Pengkhianatan kepercayaan (justifiable reliance)
5. Kerugian (injury or loss)

A. FRAUD  TRIANGLE
Konsep fraud triangle pertama kali diperkenalkan oleh Cressey pada tahun 1953 pada saat melakukan serangkaian wawancara dengan 113 orang yang telah dihukum karena melakukan penggelapan uang perusahaan. Segitiga kecurangan ini menggambarkan tentang tiga penyebab terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan asset. Cressey mengemukakan hipotesis mengenai fraud triangle untuk menjelaskan alasan mengapa orang melakukan fraud.Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Cressey menemukan bahwa orang melakukan fraud ketika mereka memiliki masalah keuangan yang tidak bisadiselesaikan bersama, tahu dan yakin bahwa masalah tersebut bisa diselesaikan secara diam-diam dengan jabatan/pekerjaan yang mereka miliki dan mengubah pola pikir darikonsep mereka sebagai orang yang dipercayai memegang aset menjadi konsep merekasebagai pengguna dari aset yang dipercayakan kepada mereka. Cressey juga menambahkan bahwa banyak dari pelanggar kepercayaan ini mengetahui bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang ilegal, tetapi mereka berusaha memunculkan pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang wajar.



Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:
1.      Pressure (Tekanan)
Orang melakukan fraud karena adanya tekanan. Tekanan merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud. Tekanan terbagi menjadi tekanan finansial, tekanan akan kebiasaan buruk, dan tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan. Pada umumnya, orang yang melakukan kecurangan karena adanya tekanan finansial. Hai tersebut muncul karena adanya keserakahan, standar hidup yang terlalu tinggi, banyaknya tagihan dan utang, kebutuhan hidup yang tak terduga. Tekanan yang kedua adalah tekanan akan kebiasaan buruk yaitu dorongan untuk melakukan kebiasaan buruk, seperti melakukan judi, alkohol, obat-obatan terlarang. Dan tekanan yang terakhir yaitu tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini bisa terjadi karena ketidakadilan dalam perusahaan, kurangnya perhatian dalam oleh manajer. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan pressure adalah sebuah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

2.      Oppurtunity (Kesempatan)
Fraud terjadi karena seseorang memiliki kesempatan untuk melakukannya. Hal ini terjadi karena pengendalian internal pada perusahaan yang lemah, kurangnya pengawasan, atau penyalahgunaan wewenang. . Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling mendasari terjadinya kecurangan. Peluang ini dapat muncul kapan saja, sehingga pengawasan dan kontrol internal perusahaan sangat diperlukan untuk mengantasipasi kemungkinan adanya peluang seseorang melakukan kecurangan. Seseorang yang tanpa tekanan sekalipun dapat melakukan kecurangan dengan adanya peluang ini, meskipun pada awalnya tidak ada peluang untuk melakukan ini.


3.      Rasionalization (Rasionalisasi)
Rasionalisasi yang dimaksud adalah seseorang mencari pembenaran atas tindakannya yang berhubungan dengan kecurangan atau fraud. Pada umumnya, seseorang yang melakukan kecurangan, merasa tindakannya bukan termasuk kecurangan, tetapi hal itu merupakan haknya atau biasanya orang tersebut melakukan fraud karena mengikuti orang-orang sekitar yang melakukan hal itu.  Seperti yang kita ketahui kejahatan kerah putih atau white collar crime memiliki ciri khas kurangnya perasaan atau ketidakpedulian pelaku yang berasal dariserangkaian alasan atau rasionalisasi untuk membebaskan diri dari rasa bersalah yangtimbul dari perilaku mereka yang menyimpang (Dellaportas, 2013). Rasionalisasi merupakan senjata yang digunakan para pelaku dalam menyangkal seluruh kesalahanatau kecurangan yang mereka buat dengan tujuan mempertahankan citra diri.

B. FRAUD SCALE
Fraud Scale merupakan teori yang mengukur kemungkinan tindakan penipuan dengan cara mengevaluasi kekuatan tekanan, kesempatan dan integritas pribadi. Tekanan yang tinggi, kesempatan besar dan integritas pribadi rendah memungkinkan resiko terjadinya fraud tinggi. Sebaliknya tekanan yang rendah, kesempatan kecil, dan integritas pribadi tinggi menyebabkan resiko terjadinya fraud rendah. Tujuan teori ini adalah untuk mengukur kemungkinan pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab. Teori ini berlaku untuk pelanggaran yang mengarah ke penipuan laporan keuangan. Sumber tekanan menurut teori ini adalah perkiraan penjualan, laba manajemen. Adanya kesempatan untuk melakukan tindak kecurangan disebabkan karena lemahnya pengendalian maupun pengawasan organisasi. Sedangkan, integritas pribadi yang rendah disebabkan oleh kebiasaan individu yang buruk. Fraud Scalemempunyai tujuan untuk mengukur terjadnya pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab. Kecurangan atau fraud ini biasanya mengarah pada penipuan laporan keuangan. 




C. FRAUD DIAMOND
Teori diamond ini merupakan pengembangan dari triangle fraud. Teori Fraud Diamond adalah suatu teori yang menunjukkan atau memberikan gambaran mengenai hubungan antara empat elemen yaitu incentive(dorongan), oppurtunity (kesempatan), rasionalization (pembenaran), dan capability(kapabilitas). Dalam fraud diamond, selain tekanan, kesempatann, dan rasionalisasi kenyataannya ada satu penyebab lagi yaitu individual capability. Individual capability adalah sifat dam kemampuan pribadi seseorang yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu tindak kecurangan. Dalam fraud diamod, sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan peran utama dalam terjadinya fraud. Banyak kecurangan-kecurangan besar tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang memiliki kemampuan individu/capability. Walaupun peluang/ opportunity membuka jalan untuk melakukan fraud dan insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang kearah itu tapi seseorang harus memiliki kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud sebagai kesempatan dan untuk mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali, tetapi terus menerus. Dengan demikian fraud itu terjadi karena adanya kesempatan untuk melakukannya, tekanan, dan rasionalisasi yang membuat orang melakukanya dan kemampuan individu yang mampu merealisasikannya fraud.



D. FRAUD PENTAGON



Penelitian terbaru dilakukan oleh Crowe pada tahun 2011. Teori ini merupakan perluasan dari teori Triangle dan dua faktor yang lainnya. Menurut Crowe, fraud timbul karena ada lima faktor, yaitu Pressure (tekanan),Opportunity (kesempatan), Rationalization (rasionalisasi), Competence(kompetensi), dan Arrogance (arogansi). Untuk faktor pressure, oppurtunity danrasionalization sama dengan teori triangle yaitu masing masing karena seseorang mempunyai tekanan sehingga terdapat dorongan untuk melakukan fraud, seseorang mempunyai kesempatan untuk melakukan fraud karena lemahnya pengawasan, dan seseorang mencari pembenaran atas tindakan fraud tersebut.  Selanjutnya dua faktor yang lain yaitu Competence (kompetensi), dan Arrogance (arogansi).Competence (kompetensi) serupa dengan kemampuan atau kapabilitas (capability)yang dijelaskan dalam teori diamond. Competence (kompetensi) merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan pengawasan internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situsi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Sedangkan untuk faktor arrogance (arogansi) yaitu sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa pengawasan internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua elemen fraud lainnya yaitu kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance).
Kompetensi (competence) yang dipaparkan dalam teori fraud pentagon memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability) yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada 2014. Kompetensi/kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan kontrol internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Menurut Crowe, arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.


E. TEORI GONE


 


Terdapat empat faktor penyebab fraud. “GONE” merupakan singkatan dari huruf depan masing-masing faktor yang ia kemukakan, yakni Greed, Opportunity, Need, dan Exposure.
a.       Greed (ketamakan/keserakahan) adalah keinginan untuk selalu memperoleh sebanyak-banyaknya (KBBI Daring, 2008). Ketamakan sangat berhubungan dengan moral seorang individu.
b.         Opportunity (kesempatan/peluang) merupakan suatu keadaan yang bisa datang kapan saja. Selain itu, peluang sangat bergantung pada tingkat kedudukan jabatan seseorang. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar peluangnya melakukan kecurangan.
c.     Need (kebutuhan) dapat menjadi faktor penyebab tindak kecurangan saat kebutuhan seseorang (dapat dikatakan) sangat mendesak. Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan inilah yang kemudian menjadikan seseorang untuk mengambil jalan pintas dengan bertindak curng.
d.        Exposure (pengungkapan) berkaitan dengan hukuman pelaku fraud. Dengan terungkapnya suatu kecurangan dalam perusahaan tidak menutup kemungkinan terulangnya hal yang sama apabila hukuman atau saksi yang diberikan lemah dan tidak menimbulkan sifat jera.

F. FRAUD TREE


Berdasarkan fraud tree diatas, fraud terdiri dari tiga cabang pokok yaituCorruption (Korupsi), Asset Misappropriation (Penyimpangan atas aset), danFraudulent Statements (manipulasi laporan). Kemudian ketiga cabang utama tersebut diklasifikasikan lagi menjadi ranting-ranting dan anak ranting dengan lebih rinci. Sehingga fraud tree dapat dijabarkan sebagai berikut :
  1. Korupsi (Corruption) 

      Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih. 
Cabang dan ranting yang menggambarkan fraud, serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam ketentuan perundang-undangan kita. Conflict of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai dalam berbagai bentuk, diantaranya bisnis pelat merah atau bisnis penjabat (penguasa) dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun. Bisnis yang mengandung benturan kepentingan sering disamarkan dengan kegiatan sosial-keagamaan dan muncul dalam bentuk yayasan-yayasan. Konsep conflict of interest digunakan dalam konvensi PBB mengenai pemberantasan korupsi (Uniteds Nations Convention Againts Corruption). Indonesia meratifikasi konvensi ini. “Pengertian, definisi, atau konsep conflict of interest dapat memperkaya wawasan kita mengenai makna korupsi kalau ia dicantumkan dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Memasukkan conflict of interest ke dalam undang-undang mempunyai keuntungan, yakni pembuktian tindak pidana korupsi yang mengandung unsur (bestanddeel) conflict of interest relative lebih mudah. Kemudahan pembuktian tindak pidana korupsi ini bermanfaat dalam kasus-kasus pengadaan barang dan jasa.

2.      Penyimpangan Atas Asset (Asset Misappropriation) :
        Asset misappropriation penyalahgunaan terhadap aktiva tetap atau harta perusahaan yang digunakan untuk keuntungan pribadi. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur (defined value). Asset Misappropriation atau pengambilan aset secara legal dalam bahasa sehari-hari disebut mencur. Namun, dalam istilah hukum, mengambil aset secara ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan, istilah pencurian dalam fraud tree disebut larneny.Theodorrus M. Tunakotta (2010) menerjamahkan misappropriation sebagai penjarahan. Ini merupakan istilah generiknya. Hal yang sering menjadi sasaran penjarahan (misappropriation) adalah uang (baik di kas maupun bank). Uang tunai atau uang di bank yang menjadi sasaran, langsung dapat dimanfaatkan oleh pelakunya. Skimming merupakan penjarahan sebelum uang secara fisik masuk ke perusahaan. Contoh yang sangat popular adalah praktik gali lubang tutup lubang  dalam penagihan utang (lapping). Contoh lain, piutang dihapus bukukan, namun tetap di tagih dari pelanggan. Hasil tagihan tidak masuk ke perusahaan, dan di jarah oleh si penagih. 
Sasaran lain dari penjarahan adalah persediaan barang (inventory). Umumnya daya tarik untuk mencuri kas lebih tinggi dari asset lainnya. Namun, dalam situasi tertentu persediaan barang sangat menarik untuk dijadikan sasaran pencurian. Contoh : penjualan BBM bersubsidi secara illegal pada waktu ada disparatis harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dan yang tidak bersubsidi.  Aset lainnya (yang bukan cash atau inventory) juga bisa menjadi sasaran adalah asset tetap, misalnya kendaraan bermotor yang di miliki perusahaan.Modus peran di dalam penjarahan asset yang bukan uang tunai atau uang di bank adalah misuse dan larceny. Misuseadalah penyalahgunaan, misalnya penggunaan kendaraan bermotor perusahaan atau asset tetap lainnya untuk kepentingan pribadi. Hal ini sangat umum terjadi sehingga sering kali di anggap biasa dan bukan fraud. Contoh : alat transport perusahaan atau lembaga pemerintahan yang di pakai untuk mengangkut barang-barang pribadi atau inventaris kantor atau instansi pemerintah yang di pakai untuk mengangkut barang-barang pribadi atau inventaris kantor atau inventaris pemerintah yang di pinjam selama sesorang memegang jabatan (misuse) dan tidak mengembalikannya sesudah ia tidak lagi menjabat (larceny). 

3.        Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement) :
          Financial Statement Fraud meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. Jenis fraud ini sangat dikenal para auditor yang melakukan general audit (opinion audit). Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji (misstatement baik over ataupun under). Cabang dari ranting ini ada dua. Pertama, menyajikan asset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Kedua, menyajikan asset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya. Praktik-praktik secara ekstensif di bahas dalam buku-buku auditing. Khususnya dalam bentuk yang pertama, yang terlihat banyak dari perusahaan public raksasa di Amerika Serikat, seperti Enron. Ketentuan-ketentuan undang-undang Sarabnes Oxley merupakan reaksi yang keras terhadap praktik-praktik ini.Bentuk yang kedua lebih banyak berhubungan dengan laporan keuangan yang disampaikan kepada instansi perpajakan atau instansi bead an cukai.




Referensi :
Dorminey, Jack. 2012 . The Evolution of Fraud Theory. Issues in Accounting Education. American Accounting Association.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar